Rindu

10:26 PM Klenting Kinara 0 Comments

Ada satu hal yang baru aku sadari. Rindu tidak melulu perasaan yang sendu.

Aku membayangkan rindu sebagai hujan yang turun pelan pada sore hari berlangit temaram. Ada yang berjalan lebih lambat dari biasanya. Waktu dan denyut nadi di lengan kiri. Tempat jam tanganku melingkar mengabarkan hari yang belum juga habis. Masih ada beberapa jam lagi. Lalu esok, semua akan terulang lagi. Hujan pelan pada langit sore yang temaram.

Rindu adalah rasa yang tersasar dalam penantian.

Seperti dingin salju yang memabukkan. Dingin yang membuat jari kebas dan hidung memerah beku. Tubuhmu akan merindukan hangat. Merindukan berada dalam pelukan seorang yang akrab. Lalu ada sesuatu yang manis tercecap dalam lidahmu, membayangkan rasanya berada dalam kehangatan. Kau akan bergegas, agar dapat pulang lebih cepat.

Rindu adalah rasa yang berharap.

Ia adalah tentang sendiri tapi bukan sepi. Ia adalah menanti yang penuh harapan manis tentang kemudian.

Rindu adalah perasaan sendu, dingin yang manis dan memabukkan.

Aku bukan orang yang terbiasa dengan rindu. Aku orang yang terbiasa dengan sepi.

Seperti kesepian.

Aku membayangkan, sepi adalah malam yang pekat. Dimana tanganku bisa menggapai namun tak akan ada yang tertangkap. Tak ada yang terlihat. Hanya kesadaranku yang hidup, menghitung jumlah detak jantungku berdegup genap.

Sepi adalah ketenangan yang bising. Keheningan yang membuatku terasing.

Seperti seorang gadis yang menutup jendela saat malam jatuh pada bulan mati. Ia mengunci pintu dan jendela satu-satu agar kedap. Dalam ruangnya yang sendiri, ia meluruh. Setengah tubuhnya telah jatuh. Merasakan jiwanya yang patah, bahwa ia hanya setengah. Tidak sempurna dan tidak terlengkapi. Barangkali, ia mulai menangis tanpa suara.

Sepi adalah jelaga yang memakan mentah.

Tapi aku menyadari sepiku barangkali tergantikan rindu sekali-sekali.

Rinduku, yang bergetar.

Seperti pegas, rinduku adalah rasa teregang.

Seperti tubuh terlentang dengan kedua tangan terentang. Jantungku berdebar. Pada rasa rapuh menanti untuk disentuh. Seperti anak panah yang tegang pada busur yang telah ditarik kencang. Menanti untuk melesat cepat mencipta gurat pada angin yang tak bergerak.

Atau, patah dan rusak.

Rinduku bergetar dan berdebar. Pada rasa yang tak pasti. Apakah rindu berakhir dengan bertemu atau aku tak mampu menunggu.

Antisipasi. Rasa menanti yang mengalir di dalamnya adrenalin tinggi.

Rinduku adalah karet elastis yang batasnya dirahasiakan di antara kita berdua. Tidak akan ada yang tahu dimana ia akan putus saat kau dan aku menariknya terentang sejauh jarak dan waktu dalam deret geometri.

Semakin ia teregang, semakin rinduku bergetar.

Rinduku bukan tentang manis yang tercecap sekali-sekali , ia adalah tentang energi yang tertahan untuk dilentingkan nanti.


Dan entah sejak kapan, aku menemukan diriku menikmati getarannya.

0 comments: