Cerita dari Negeri Kinara - Pembantu

6:41 PM Klenting Kinara 0 Comments

PEMBANTU

Aku mengenal awal-awal pertumbuhanku dari tangan ke tangan. Tangan tante, tangan tetangga dan tangan pembantu rumah tangga. Ibuku tentu juga ikut mengurusiku, tapi aku adalah satu dari sekian banyak anaknya. Barangkali tangannya yang dua tidak cukup banyak untuk anaknya yang lima.

Ibuku telah mengajarkan padaku, bahwa aku bukanlah seseorang yang tidak tergantikan. Ia sering salah menyebut namaku dengan nama adikku, ia jarang mengajakku bicara karena ia sibuk sendiri, ia membiarkan aku hidup dari tangan ke tangan.

Aku memiliki tante yang masih muda dan baik. Ia hanya tidak terlalu peduli. Jika ibuku meminta bantuannya untuk mengurusku ia akan mengiyakannya dan membawaku mengikuti kegiatannya. Ia sering membawaku ke salon, karena ia perlu ke salon dan ia tidak bisa meninggalkanku. Ia membiarkan aku ditangani oleh orang salon yang merupakan temannya sementara ia membaca majalah sambil rambutnya dimacam-macam. Aku sering di creambath, karena aku akan duduk dengan tenang sementara menikmati rasa dingin-dingin di kepalaku. Saat itu aku belum tahu, bahwa krim yang digunakan berisi hanya bahan-bahan kimia.

Ia akan mengiyakan jika ibuku memintanya menyuapi aku makan. Ia akan membawaku jalan-jalan ke taman dekat rumah dan menyuapiku. Tapi aku adalah anak kecil yang jika dibawa ke taman akan sering terpecah perhatiannya. Maka saat aku tidak kembali untuk minta disuapi, tanteku akan membuang isi piringku ke tempat sampah dan mengantarku pulang sambil berkata kepada ibuku tugasnya sudah selesai. Malamnya aku sering merasa lapar.

Tetanggaku adalah seorang nenek pembuat kue untuk dijual di pasar. Jika aku berada di rumahnya ia akan menjadi sangat galak, karena ia tidak ingin aku membuat berantakan apapun. Kalau aku berani menyentuh kuenya atau bahan-bahan pembuat kue ia akan memukul tanganku dan menyuruhku berdiri di pojok menghadap tembok.

Aku juga punya banyak tetangga yang lain, ada yang selalu terlihat cantik dengan muka berpulas dandanan dan baju yang menurutku seksi. Dia adalah tetanggaku yang baik, ia sering membuatkanku es teh manis karena ia tahu aku menyukainya. Tapi kadang ada lelaki yang akan datang ke rumahnya dan ia akan menyuruhku pulang dulu atau bermain di luar.

Ada yang bekerja di rumah memasukkan roti kering bermargarin ke dalam kantong-kantong plastik bening lalu membakar ujungnya dengan lilin agar rekat. Ia suka membiarkanku memakan sisa roti-roti itu setelah aku membantunya membungkus ke dalam plastik-plastik. Akan ada orang yang akan datang untuk mengambil roti-roti kering itu dan membayarnya dengan uang. Kadang, kalau hatinya sedang baik, ia memberiku uang untukku jajan.

Dan masih banyak yang lain. Ada suasana berbeda di setiap rumah, ada karakter yang berbeda di setiap manusia. Aku menjadi belajar cara agar disukai dan diterima. Karena bagaimanapun, jika ibuku sedang menitipkan aku maka ia antara sedang begitu sibuk atau sedang keluar rumah. Maka jika aku berbuat salah sehingga dipulangkan aku akan menghadapi amarah ibuku.

Tapi aku punya pembantu yang aku begitu sayang padanya aku tidak masalah ia berkutu, aku tetap ingin tidur dengannya. Ibuku akan kemudian marah-marah, menyalahkan kelengketanku pada pembantuku seolah sesuatu yang salah. Tapi aku tumbuh dengannya, ia menidurkanku dipangkuannya sambil pantatku ditepuk-tepuk hingga mataku terasa berat. Ia menyuapiku dan menyisiri rambutku setiap hari. Ia memberikanku baju, mainan atau makanan yang dibelikan untukku sepulangnya ia dari pasar. Ia tidak memarahiku ketika aku nakal melainkan menakuti dengan cerita wayang yang seram-seram. Aku menjadi penurut.

Barangkali anak kecil membuat orang dewasa mudah jatuh sayang. Aku pikir pembantuku telah sayang padaku, karena kadang ia menidurkan aku sambil menggumamkan lagu lembut dan mengelus pucuk kepalaku. Menyingkirkan rambut yang menutupi wajahku agar tidak mengganggu.

Tapi kemudian, ia pulang kampung untuk menikah dan tidak kembali lagi padaku. Barangkali aku merajuk sampai seminggu, karena Ibuku tidak tahu bagaimana cara mengurusku seperti pembantuku melakukannya.

Lalu datanglah pembantu baru. Ia mengurusiku, bertahan saat aku memperlakukannya dengan menyebalkan (karena aku tidak mau pembantu baru, aku mau pembantuku yang aku sayang. Aku berbuat sejadi-jadinya, barangkali aku berpikir jika pembantu baruku pergi pembantu lama akan kembali), sampai kemudian aku menjadi akrab dengannya.

Tapi kemudian, ia berhenti bekerja pada Ibuku dan datang pembantu baru lagi.

Entah sejak kapan aku sadar, pembantu-pembantu ibuku tidak datang untuk mengurusiku. Mereka datang untuk dibayar. Mereka punya kehidupan mereka sendiri dan aku bukan bagian dari kehidupannya. Aku menjadi mandiri. Aku melupakan semua nama-nama mereka.

Tapi ternyata aku melupakan lebih dari sekedar nama, aku telah melupakan arti dari kedekatan. Hubungan antar manusia menjelma kebutuhan. Aku menjadi sulit percaya dengan ketulusan.  

Entah sejak kapan, aku tidak lagi melihat diriku sebagai seorang yang berharga, yang dicintai dan dibutuhkan. Aku melihat diriku sebagai beban, yang jika aku menghilang akan tergantikan.

Barangkali, aku menjadi lebih pendiam.

0 comments: