Cerita dari Negeri Kinara - Pembantu
PEMBANTU
Aku
mengenal awal-awal pertumbuhanku dari tangan ke tangan. Tangan tante, tangan
tetangga dan tangan pembantu rumah tangga. Ibuku tentu juga ikut mengurusiku,
tapi aku adalah satu dari sekian banyak anaknya. Barangkali tangannya yang dua
tidak cukup banyak untuk anaknya yang lima.
Ibuku
telah mengajarkan padaku, bahwa aku bukanlah seseorang yang tidak tergantikan.
Ia sering salah menyebut namaku dengan nama adikku, ia jarang mengajakku bicara
karena ia sibuk sendiri, ia membiarkan aku hidup dari tangan ke tangan.
Aku
memiliki tante yang masih muda dan baik. Ia hanya tidak terlalu peduli. Jika ibuku
meminta bantuannya untuk mengurusku ia akan mengiyakannya dan membawaku mengikuti
kegiatannya. Ia sering membawaku ke salon, karena ia perlu ke salon dan ia
tidak bisa meninggalkanku. Ia membiarkan aku ditangani oleh orang salon yang
merupakan temannya sementara ia membaca majalah sambil rambutnya dimacam-macam.
Aku sering di creambath, karena aku
akan duduk dengan tenang sementara menikmati rasa dingin-dingin di kepalaku.
Saat itu aku belum tahu, bahwa krim yang digunakan berisi hanya bahan-bahan
kimia.
Ia akan
mengiyakan jika ibuku memintanya menyuapi aku makan. Ia akan membawaku
jalan-jalan ke taman dekat rumah dan menyuapiku. Tapi aku adalah anak kecil
yang jika dibawa ke taman akan sering terpecah perhatiannya. Maka saat aku
tidak kembali untuk minta disuapi, tanteku akan membuang isi piringku ke tempat
sampah dan mengantarku pulang sambil berkata kepada ibuku tugasnya sudah
selesai. Malamnya aku sering merasa lapar.
Tetanggaku
adalah seorang nenek pembuat kue untuk dijual di pasar. Jika aku berada di
rumahnya ia akan menjadi sangat galak, karena ia tidak ingin aku membuat
berantakan apapun. Kalau aku berani menyentuh kuenya atau bahan-bahan pembuat
kue ia akan memukul tanganku dan menyuruhku berdiri di pojok menghadap tembok.
Aku juga
punya banyak tetangga yang lain, ada yang selalu terlihat cantik dengan muka
berpulas dandanan dan baju yang menurutku seksi. Dia adalah tetanggaku yang
baik, ia sering membuatkanku es teh manis karena ia tahu aku menyukainya. Tapi
kadang ada lelaki yang akan datang ke rumahnya dan ia akan menyuruhku pulang
dulu atau bermain di luar.
Ada yang
bekerja di rumah memasukkan roti kering bermargarin ke dalam kantong-kantong
plastik bening lalu membakar ujungnya dengan lilin agar rekat. Ia suka
membiarkanku memakan sisa roti-roti itu setelah aku membantunya membungkus ke
dalam plastik-plastik. Akan ada orang yang akan datang untuk mengambil
roti-roti kering itu dan membayarnya dengan uang. Kadang, kalau hatinya sedang
baik, ia memberiku uang untukku jajan.
Dan masih
banyak yang lain. Ada suasana berbeda di setiap rumah, ada karakter yang
berbeda di setiap manusia. Aku menjadi belajar cara agar disukai dan diterima. Karena
bagaimanapun, jika ibuku sedang menitipkan aku maka ia antara sedang begitu
sibuk atau sedang keluar rumah. Maka jika aku berbuat salah sehingga
dipulangkan aku akan menghadapi amarah ibuku.
Tapi aku
punya pembantu yang aku begitu sayang padanya aku tidak masalah ia berkutu, aku
tetap ingin tidur dengannya. Ibuku akan kemudian marah-marah, menyalahkan
kelengketanku pada pembantuku seolah sesuatu yang salah. Tapi aku tumbuh
dengannya, ia menidurkanku dipangkuannya sambil pantatku ditepuk-tepuk hingga
mataku terasa berat. Ia menyuapiku dan menyisiri rambutku setiap hari. Ia
memberikanku baju, mainan atau makanan yang dibelikan untukku sepulangnya ia
dari pasar. Ia tidak memarahiku ketika aku nakal melainkan menakuti dengan
cerita wayang yang seram-seram. Aku menjadi penurut.
Barangkali
anak kecil membuat orang dewasa mudah jatuh sayang. Aku pikir pembantuku telah
sayang padaku, karena kadang ia menidurkan aku sambil menggumamkan lagu lembut
dan mengelus pucuk kepalaku. Menyingkirkan rambut yang menutupi wajahku agar
tidak mengganggu.
Tapi
kemudian, ia pulang kampung untuk menikah dan tidak kembali lagi padaku.
Barangkali aku merajuk sampai seminggu, karena Ibuku tidak tahu bagaimana cara
mengurusku seperti pembantuku melakukannya.
Lalu
datanglah pembantu baru. Ia mengurusiku, bertahan saat aku memperlakukannya
dengan menyebalkan (karena aku tidak mau pembantu baru, aku mau pembantuku yang
aku sayang. Aku berbuat sejadi-jadinya, barangkali aku berpikir jika pembantu
baruku pergi pembantu lama akan kembali), sampai kemudian aku menjadi akrab
dengannya.
Tapi
kemudian, ia berhenti bekerja pada Ibuku dan datang pembantu baru lagi.
Entah
sejak kapan aku sadar, pembantu-pembantu ibuku tidak datang untuk mengurusiku.
Mereka datang untuk dibayar. Mereka punya kehidupan mereka sendiri dan aku
bukan bagian dari kehidupannya. Aku menjadi mandiri. Aku melupakan semua
nama-nama mereka.
Tapi
ternyata aku melupakan lebih dari sekedar nama, aku telah melupakan arti dari
kedekatan. Hubungan antar manusia menjelma kebutuhan. Aku menjadi sulit percaya
dengan ketulusan.
Entah sejak kapan, aku tidak lagi melihat diriku sebagai seorang yang berharga, yang dicintai dan dibutuhkan. Aku melihat diriku sebagai beban, yang jika aku menghilang akan tergantikan.
Barangkali, aku menjadi lebih pendiam.
0 comments: