“Kenapa kamu sayang aku?”
“Kenapa kamu sayang
aku?”
Itu adalah pertanyaan
periodik milik perempuan kepada pasangannya.
Jika kau lelaki maka
mungkin kau akan bosan mendengar—dan menjawab, pertanyaan yang sama sambil
berusaha memberikan jawaban yang berbeda. Kau akan bertanya-tanya mengapa
perempuan begitu senang bertanya demikian secara berulang.
Barangkali kami
pelupa. Atau barangkali kami insecure.
Atau barangkali, kami
hanya ingin menjadi lebih baik untukmu.
Karena dengan mengetahui
kenapa, kami bisa berusaha lebih baik melakukannya.
--
“Kenapa aku sayang
kamu?”
Aku tertegun mendapat
pertanyaan seperti itu.
Barangkali karena
lelaki tidak biasa menanyakan pertanyaan yang membuatnya malu telah begitu
drama dan sensitif serta menunjukkan insecurity.
Tapi justru,
menanyakannya entah kenapa membuatku merasa ia nyaman dengan dirinya dan tidak
pusing memikirkan perkara kecil seperti citra diri.
Aku menyenderkan punggung
ke bantal persegi empuk di belakangku, mulai menerka-nerka.
“Kau tahu, perkara
sayang ini mengingatkanku pada boneka-boneka merah muda berbagai bentuk di
kamarku. Mereka memakan tempat dan mengoleksi debu di helai bulu-bulu
sintetisnya. Membuatku alergi. Aku meletakkannya di sudut kamar, aku harus mencucinya
tiap bulan. Mungkin lebih dari sepuluh, pemberian berbagai orang yang dulu
berpikir aku senang warna merah muda ataupun boneka.”
Aku diam sebentar
memandang keramaian di luar teras café, cahaya terik, orang-orang bergegas. Aku
menyeruput cappuccino dingin di tanganku,
kembali memandang si penanya, lalu melanjutkan.
“Tapi entah kenapa,
setiap kali Mamaku ingin membuang mereka atau menyumbangkannya aku selalu
melarang. Kataku: jangan, sayang.”
Ia terlihat seperti
baru menangkap apa yang ingin kusampaikan. Kemudian katanya, “tapi bukankah itu
agak berbeda? Itu adalah ungkapan sayang yang lain, yang tidak rela sesuatu
milikmu diberikan pada orang lain.”
“Menurutmu begitu?”
aku bertanya balik, “kurasa sayang padamu juga berarti aku tidak rela jika kau
menjadi milik orang lain. Walaupun kau memberiku alergi dan aku harus
repot-repot mencucimu tiap bulan, dan aku bahkan tak lagi melihat apa dari
dirimu yang aku suka. Aku tetap tidak ingin melepasmu dari hidupku karena aku
telah terbiasa hidup dengan kehadiranmu.
Barangkali, sayang
adalah suatu keadaan terlanjur. Aku sudah terlanjur menerima ia yang aku sayang
dan membiarkan detailnya kabur. Menjadi tidak lagi penting kenapa, menjadi
penting aku tidak ingin melepaskanmu, begitu saja.”
Ah.
Dan aku tersenyum.
Aku sedang menjawab
pertanyaanku sendiri.
Aku menatap wajah ia yang di depanku sedang tersenyum senang dan malu. Barangkali ia malu telah menjadi seorang yang memberiku alergi dan harus kucuci setidaknya sebulan sekali.
Aku menatap wajah ia yang di depanku sedang tersenyum senang dan malu. Barangkali ia malu telah menjadi seorang yang memberiku alergi dan harus kucuci setidaknya sebulan sekali.
“Tapi kau tahu”, aku
menyeruput cappuccino dingin-ku lagi,
menghabiskannya dan meletakkannya di meja. “sebentar nanti aku pasti akan
bertanya lagi padamu kenapa kau sayang aku.”
Barangkali memang
perempuan mudah lupa.
*in response of youtube Raditya Dika "Diary Komedian - Kenapa Sayang Sama Aku"
https://www.youtube.com/watch?v=qguGJe9Rc80
0 comments: